Petis: Padu-Padan Selera Hitam Manis




Hitam. Unik. Sensasi lumer terasa ketika gigitan pertama mencapai tahu berisikan saus hitam itu. Bumbu-bumbu sedap berpadu rasa manis dan aroma khas segera memuncakkan selera makan.

Inilah petis. Teksturnya cenderung kental tetapi bisa juga diencerkan sesuai selera. Petis cukup banyak menjadi pilihan favorit masyarakat pesisir, salah satunya di Semarang, kotaku. Tak heran, petis adalah salah satu produk olahan lanjut dari air rebusan pemindangan ikan (proses pemasakan ikan dengan cara merebus dengan garam) atau kepala udang. Karena asal mula bahan baku itulah, kebanyakan petis juga diproduksi tak jauh dari kota-kota pesisir yang lekat dengan bidang perikanan.

Di kotaku, Semarang, petis biasa dipadukan dengan beragam makanan. Mulai dari kudapan gorengan seperti tahu, tempe mendoan, perkedel jagung, pia-pia udang, hingga digunakan sebagai saus pada sayuran kukus ketika dihidangkan bersama nasi.

 

Tahu pong goreng dengan isian petis

Kudapan atau cemilan tahu goreng adalah makanan yang paling sering menjadi sahabat petis. Tahu yang biasa digunakan adalah tahu pong, dinamakan demikian karena mungkin isinya yang kopong alias kosong. Cara menyajikannya juga cukup unik. Tahu kotak diiris menjadi dua bagian tepat di tengah lalu diisi dengan petis di dalamnya. Tahu petis, sesuai nama bahan-bahan penyusunannya, mudah ditemukan di gerobak yang menjajakan cemilan gorengan di pinggir jalan pada sore hari. Biasanya ia tidak sendiri. Ketika dijajakan, tahu petis kerap disandingkan bersama dengan ketela goreng, pisang goreng, tempe mendoan, dan sukun goreng.

 

Isian petis dalam tahu pong

Selain pelengkap cemilan, petis juga hadir memenami sayuran dalam hidangan nasi. Namanya petis sayur. Sayur-mayur hijau seperti bayam, kangkung, glandir (daun ketela rambat), atau kacang panjang dikukus atau direbus terlebih dahulu. Sayuran kemudian disajikan dengan dicampur petis. Ada yang suka menyantapnya langsung, ada juga yang suka menyantapnya dengan nasi. Keduanya sama-sama nikmat. Petis sayur bisa ditemukan di warung-warung tertentu ketika jam makan siang.

Rasa kangen terhadap petis ternyata tidak bisa dialihkan. Namun karena masih dalam kondisi pembatasan kegiatan masyarakat, kami di rumah berinisiatif memesan petis dari toko daring. Hanya berselang dua hari, petis sebanyak 1 kg seharga Rp25.000 itu pun sampai di rumah. Produsen petis itu juga berada di area kota Semarang.

 

Petis hitam mengisi citarasa tahu pong

Petis yang kami beli memiliki tekstur yang cukup kental, berwarna hitam, dan tidak berbau terlalu amis. Ini adalah tiga karakteristik khas petis yang muncul karena proses pemekatan air rebusan pemindangan ikan atau kepala udang. Kabar baiknya, petis yang kami beli tidak berbau terlalu amis. Sepertinya petis itu sudah diencerkan dan diolah untuk kebutuhan langsung konsumsi.

Kami serumah langsung memutar otak bagaimana cara menghabiskan petis sebanyak itu. Ada dua macam hidangan yang kami buat. Pilihan pertama adalah sayur petis dan kedua adalah tahu pong. Setelah berburu tahu pong dan sayur-mayur di dekat rumah ketika berjalan-jalan pagi, akhirnya kedua rencana itu pun dapat dieksekusi. Namun bumbu yang ditambahkan ke dalam petis untuk kedua olahan makanan itu ternyata tidaklah sama. Apa saja perbedaannya?

Pertama, petis dimasak kembali terlebih dahulu. Petis dimasak di atas wajan dengan ditambahkan sedikit air untuk mengencerkannya serta ditambahkan gula dan garam sesuai selera. Kemudian petis ditempatkan ke atas cobek batu atau layah dan diulek bersama dengan satu siung bawang putih yang sudah digeprak. Bawang putih akan menjadi dominan citarasa utama pada petis tahu pong.

   


Cobek batu

Cobek atau layah yang biasa kami gunakan terbuat dari batu yang dipercaya dapat menimbulkan efek yang lebih sedap pada makanan. Bisa jadi memang demikian. Tekstur permukaan cobek batu yang kasar dapat lebih mudah menggerus dan menghancurkan bahan-bahan makanan sehingga minyak atsiri yang membawa aroma lebih mudah keluar dari matriks sel tanaman seperti daun jeruk atau bawang putih dan membuat masakan menjadi lebih lezat. Apalagi suara khas ulekan batu yang saling bergesekan semakin menggugah selera makan. Setelah siap, tahu pong yang sudah digoreng diiris menjadi dua bagian (tetapi jangan sampai terputus) lalu diisi dengan petis di bagian tengahnya. Ini merupakan sajian khas tahu petis!

 

Sayur-mayur hijau bersanding petis hitam menggugah selera

Sedikit berbeda dengan petis sayur. Sayur-mayur hijau direbus terlebih dahulu. Lalu petis disiapkan dengan bumbu-bumbu serupa seperti sebelumnya, namun kali ini ditambahkan pula dengan satu ruas kencur dan perasan jeruk pecel. Aroma khas menyegarkan dari perasaan jeruk pecel dan citarasa khas kencur semakin melezatkan petis sayur, apalagi ketika berpadu dengan aroma hijau segar dari sayur-mayur yang baru saja direbus. Kacang tanah yang telah digoreng dan dihaluskan juga bisa ditambahkan ke dalam petis ketika diulek di atas cobek untuk memperkaya citarasa gurih. Sayur hijau kemudian dicampur dan dioleskan dengan petis dan siap disajikan! Sebagai tambahan, kerupuk juga bisa menemani acara makan sayur petis dengan nasi ini.

  

Kerupuk, sayur-mayur hijau rebus atau kukus, dan secobek petis

Karena tahu pong kami terbatas sedangkan petis yang sudah dimasak masih banyak, akhirnya pelengkap lain pun muncul mulai dari menggoreng tempe mendoan hingga perkedel jagung. Semuanya semakin melengkapi kenikmatan citarasa petis ini. Sangat puas kami serumah menikmati hidangan makanan dengan petis. Tak ayal, satu kilogram petis itu pun ludes dalam satu minggu.

 

Sajian petis sayur dengan tahu pong isi petis

 Oiya, kapan waktu paling enak menikmati santapan petis? Saya lebih merasa cocok menyantapnya ketika makan siang karena rasa dan aromanya yang berbumbu. Pilihan petis sebagai isian cemilan tahu pong dan tempe mendoan menjadi favorit saya. Bagaimana dengan Anda?

 

Petis sayur dan tahu pong dengan isian petis

----

Selamat menjelajah dan mengeksplorasi kekayaan rasa!

 

Salam,

Bernardine Agatha Adi Konstantia

---

Diselesaikan Selasa, 31 Agustus 2021 pukul 16.30-19.38.

*Semua foto dan gambar yang digunakan dalam artikel ini merupakan dokumen pribadi.

===

Referensi:

Poernomo, D., K. Tampubolon, S.M. Danitasari, dan R. Nugraha. (2010). Karakterisasi Petis Ikan dari Limbah Cair Hasil Perebusan Ikan Tongkol (Euthynnus Affinis). Seminar Nasional Perikanan Indonesia 2-3 Desember, Sekolah Tinggi Perikanan: 293-300.

Astuti, Arieyanti Dwi. (2014). Pemanfaatan Limbah Cair Pemindangan Ikan. Jurnal Litbang Vol X No.2 Desember 2014: 114-122.

Postingan populer dari blog ini

30 Konten Terbaik Kompasiana Periode Agustus 2020

#Educational Notes: Journey of a Lifetime

Studi di Belgia: Bagaimana Menjalani Musim Dingin di Gent?